Pemerintah
Digugat Perusahaan Tambang Asing
Sabtu,
16 June 2012
Mengaku
telah dirugikan, Churchill meminta ganti rugi kepada pemerintah Indonesia
sebesar AS$2 miliar. Kementerian ESDM digugat oleh perusahaan tambang asal Inggris.
Churchill Mining
Plc melayangkan gugatan arbitrase terhadap Pemerintah Indonesia ke
International Centre for Settlement of Invesment Dispute, Washington, Amerika
Serikat. Perusahaan tambang asal Inggris itu berang atas dicabutnya izin Kuasa
Pertambangan (KP) yang diakui miliknya oleh Pemerintah Kabupaten Kutai T imur,
Kalimantan T imur. Bupati Kutai T imur Isran Noor mengatakan, gugatan ini
berawal dari pencabutan lima KP di daerah Kutai T imur. Churchill mengklaim,
empat dari lima KP itu milik Grup Ridlatama yang merupakan anak usahanya.
Pencabutan ini, kata Isran, dilakukan atas rekomendasi Pemerintah Pusat
berdasarkan hasil temuan BPK pada September 2008. Dijelaskan Isran, dari
laporan audit khusus yang dilakukan BPK ditemukan adanya lima KP palsu yang terbit
pada 2006-2008. Palsunya lima KP yang saat ini disebut Izin Usaha Pertambangan
(IUP) ini bisa dilihat dari kode penomoran yang terbalik serta mendapatkan
surat keterangan dari Menteri Kehutanan kepada Irsan Noor selaku Bupati Kutai T
imur terkait dengan kegiatan empat perusahaan yang tergabung dalam Grup
Ridlatama untuk melakukan penambangan di atas kawasan hutan produksi. “Indikasinya
sangat jelas kalau dilihat dari laporan audit BPK ini,” kata Isran dalam jumpa
pers di Jakarta, Jumat (15/6). Irsan sendiri mengakui bahwa ia tidak pernah
menerima surat dari Kementerian Kehutanan terkait perusahaan tambang di daerah
hutan produksi tersebut. “Buktinya, Kemenhut meminta saya untuk mencabut izin
KP karena memang tidak ada izin di sana,” ujarnya. Menurut Irsan, sengketa ini
sudah berlangsung sejak 2010. Berangkat dari pencabutan KP tersebut, Pemda
Kutai T imur telah menempuh jalur pengadilan dengan Churchill. Sayangnya,
gugatan yang diajukan oleh perusahaan tambang yang berpusat di London itu
selalu kalah. Mulai dari Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan T inggi, Mahkamah
Agung (MA) hingga Pengadilan T ata Usaha Negara (PT UN). “Karena kalah di semua
pengadilan di Indonesia makanya mereka menggugat ke arbitrase internasional dan
kita tidak akan gentar,” katanya. Dalam gugatannya ke arbitrase internasional,
Churchill mengaku telah mengalami kerugian besar dan meminta ganti rugi kepada
pemerintah Indonesia sebesar AS$2 miliar. Dengan adanya pencabutan izin empat
perusahaan tersebut, mereka menganggap pemerintah Indonesia telah melakukan
penyitaan kekayaan mereka dan juga sebagai tindakan perlakuan tidak setara
antara investor asing dan lokal. Selain Bupati Kutai T imur, Churchill juga
mencantumkan Presiden Susilo Bambang Y udhoyono (SBY ), Kementerian Luar
Negeri, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Badan
Koordinasi
Penanaman Modal
(BKPM), dalam gugatannya. Kuasa Hukum Pemprov Kutai T imur, Didi Darmawan,
mengatakan Churcill mengklaim telah membeli 75 persen saham dari Ridlatama
Group yang telah mempunyai empat IUP di Kutai T imur. Namun, saat Bupati Kutai
T imur mengirimkan surat pada Grup Ridlatama untuk menanyakan kepemilikan saham
tersebut, Ridlatama justru menjelaskan bahwa 100 persen saham dimiliki oleh
lokal. Hubungannya
dengan Churcill
hanya sebagai Master Services Agreement. “Berita-berita yang beredar
luas di dunia internasional banyak informasi yang tidak seimbang, ini yang sangat
kami sayangkan,” ujarnya. Menurut Didi, Churchill mengajukan gugatan ke
arbitrase internasional tanpa melakukan pembicaraan terlebih dahulu dengan
Pemprov Kutai. T untutan yang diajukan oleh Churchill merupakan tuntutan terbesar
yang pernah diajukan oleh satu pihak. Ia khawatir, negara bisa direpotkan jika
tidak siap menghadapi tuntutan ini. Namun, ia meyakini bahwa pemerintah
Indonesia akan memenangkan perkara ini. Pasalnya, dalam permohonan arbitrase
yang diajukan, mereka tidak memberikan rincian dan bukti kepemilikan sahamnya di
empat perusahaan tersebut. Sebaliknya, Pemprov Kutai T imur optimis menang
karena memiliki data
dan rincian yang
menunjukkan bahwa perusahaan tersebut tidak memiliki 75 persen saham Ridlatama Group.
Kepala Humas Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Budi
Surjono, mengakui bahwa pihak Churcill tidak pernah melakukan komunikasi atau
dialog dengan Pemprov. Dia memprediksi gugatan Churchill ke arbitrase
Internasional belum tentu akan dikabulkan. “Kita harus tunggu keputusan dari
arbitrase internasional dulu,” kata Budi pada acara yang sama. Kendati
demikian, lanjut Budi, pemerintah tidak boleh memandang sepele hal ini.
Pemerintah harus siap untuk mengahadapi gugatan tersebut.
Daftar Pustaka
http://www.hukumonline.com2
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4fdb7aa9c6744/pemerintah-digugat-perusahaan-tambang-asing3